tena

Tena salah satu grup Teater di Medan yang masih eksis di bawah arahan Yan Amarni Lubis. Produksi Teater Nasional ( Tena ) memang tidak banyak di usianya yang hampir setengah abad.

Burhan Piliang, Isqak,S, Mazwad Azham, Sori Siregar dan Rusli Mahadi adalah pendiri Teater Nasional , tepatnya tanggal 28 Oktober 1963, dengan produksi ' Garis Pisah' karya Taguan Hardjo, yang di pentaskan di Balai Prajurit dekat kantor Pos Besar Medan.

Minggu, 14 Desember 2008

PAGELARAN PENDEK LKSM IAIN

LATIHAN PROSES MENUJU KEBERHASILAN

Mengikuti proses latihan teater memang sangat menjenuhkan. Namun sebuah pegelaran tidak akan pernah berhasil tanpa adanya latihan. Rasa jenuh akan mendatangi siapa saja. Baik yang memiliki talenta ganda apa lagi yang hanya sekedar iseng untuk terlibat dalam kelompok teater.
Sekarang ini di kota Medan bermunculan kelompok-kelompok teater pelajar dan mahasiswa. Seperti kelompok pelajar dari SMAN IV dan SMAN I, MAN I, SMA Gajah Mada Medan, LKK Unimed dan LKSM IAIN Medan yang sekarang di pimpin oleh Rido mahasiswa semester tiga jurusan dakwah. Hampir setiap hari kelompok kesenian mahasiswa IAIN ini berlatih teater di sangar mereka. Selepas kuliah, tanpa merasa letih selepas mengikuti mata kuliah di jurusan masing-masing, Rido dan teman-temannya seperti Nisa, Ani, Tata, Parmin , Arif, Reni,Jueri MK, Sulaiman , Fery, Margolang, Rina Olief dan yang lainnya mengasah kemampuan aktingnya tanpa bosan di bawah bimbingan seorang pelatih yang sangat sabar mengarahkan mereka.
Petang itu, tanggal 11 Desember 2008, penulisan berkesempatan menonton pementasan pendek mahasiswa IAIN di pentas mini yang ada di sangar mereka. Ada lima kelompok peserta yang mengikuti pegelaran pendek hasil karya peserta latihan.
Kelompok yang menamakan grupnya dengan “lepak Kali’ membawakan lakon pendek yang menceritakan tentang suka duka nelayan dalam mengharungi samudera yang ganas. Grup “LK” yang menurunkan pemain Ani, Sulaiman, Jueri,MK dan Liza telah bermain dengan baik dalam meng-ekspresikan suasana imajiner di tengah lautan luas. Andai saja, Ani dan Jueri dalam mengendalikan perahu imajiner sewaktu mendayung, vocal yang disampikan jelas artikulasinya, penampilan awal yang mengarah pada bentuk komidi situasi itu pasti akan lebih memukau. Hal yang suma terjadi pada kelompok ‘ HandSome’ yang menampilkan dua pemain Margolang dan Arief. Vokal Margolang yang memerankan raja cukup kuat, sementara Arief yang memerankan peran Hulubalang volume suara Arief terlalu pelan dan hilang timbul di ruangan yang sebenarnya hanya berukuran enam kali lima meter. Bila saja Margolang dapat lebih tenang dan tidak terburu-buru mengahiri adegan hukuman dengan menyembelih Hulubalang secara karikatural, apa yang ditampilkan grup ‘ HandSome’ akan lebih baik dari penamiplan grup ‘Lepak Kali’.
Penampilan ke tiga, empat dan lima di isi oleh grup yang menamakan grupnya kelompok ‘ Dari Tadi’, ‘Chuby Group’ dan ‘Pangsit Group’. Parmin, Tata dan Rina Olief di penampilan ke tiga benar-benar membuat suatu kejutan. Sebelum mereka tampil, penonton melihat para pemain membawa properties seperti sapu, helm dan potongan kayu. Apa yang di tampilkan ‘Dari Tadi’ memang beda dengan yang penulis bayangkan sebelumnya. Parmin muncul dengan helm dan memasuki ruangan dengan bergaya mengenderai sepeda motor. Dari ucapan-ucapan yang disampaikan Parmin, tahulah penonton bahwa yang ia perankan adalah peran sebagai Polisi Lalu Lintas yang sedang mengintip pemakai jalan yang berkenderaan bermesin melintas. Adegan polisi bersembunyi di balik pohon di lakonkan Parmin dengan baik sekali. Sasaran muncul. Dengan wajah angker dan kelihatan seram, polisi menahan sepasang pengendera yang menjadikan sapu yang mereka bawa sebagai sepeda motor. Polisi mengancam akan menilang pengendera sepeda motor. Perdebatan antar pemakai jalan dan polisi cukup a lot. Polisi kalah berdebat dan akhirnya, bukan polisi yang mendapat uang pungli, tapi si pengendera sepeda motor yang di beri uang oleh polisi. Komidi spontan yang di mainkan grup ‘ Dari Tadi’ cukup kocak, dan sangat menghibur walau di dalam adegan diselitkan kritik social mengenai pungli di jalan raya. Penulis yakin, walau penampilan Parmin dkk memiliki sasaran tembak yang cukup jelas, pak polisi pasti tak akan merasa tersinggung apa lagi marah bila berkesempatan menonton pertunjukan lakon pendek dari ‘ Dari Tadi’ grup. Lakon pendek yang mereka tampilkan benar-benar sudah mendekati sempurna sebagai sebuah seni pertunjukan yang berwarna komidi.
Demikian juga dengan yang ditampilkan ‘ Chuby Group’ dan ‘ Pangsit Group’. Dua lakon pendek yang ditata oleh Ridho, Rayan, Ira dan Dilla yang menampilkan lakon pendek tentang dunia pendidikan yang tak akan pernah selesai untuk dibicarakan. Menampilkan dua murid centil, guru yang ‘killer’ saat berhadapan dengan murid-muridnya bukannya membuat penonton terpancing geram pada pak Guru dan murid yang degil saat mengeja, tapi suasana di ruang penonton dipadati dengan suara gelak ketawa yang tak putus-putusnya. Begitu juga dengan yang ditampilkan peserta terkhir, yaitu dari grup ‘ Pangsit Group’ yang menurunkan pemain cantik-cantik dan genit, Anisa, Yatie, Reni dan Tika. Kelompok yang pemainnya adalah dara-dara manis, menampilkan lakon pendek yang bersumber dari cerita fabel. Cerita dunia binatang yang buas dan ganas, bila bertemu siapa saja pasti akan dimangsa oleh mereka. Tapi yang menjadi sasaran binatang buas seperti Harimau, Ular dan buaya, adalah para karuptor. Tapi apa pula kata pelakon terahir. Pelakon belum menjadi se-ekor binatang. Ia baru menjadi sebutir telur. Telur tak mungkin dapat memangsa para karuptor. Apa yang ia lakukan? Ia mengajak harimau, ular dan buaya menjajakan telur-telurnya. Pagelaran pendek-pun usai. Penonton masih menyisakan ketawanya begitu melihat para pemain kembali ke ruang penonton. Keberhasilan yang dicapai ‘Pangsit Group’ bukan di materi cerita, tapi kemampuan para pemain dalam memainkan peran yang mereka mainkan terlihat wajar dan nyaris tidak dibebani apapun sewaktu tampil di hadapan penontonnya. Ke empat pemain tidak lagi merasakan kehadiran penonton sebagai beban. Lakon yang mereka hadirkan apa adanya dan penulis yang waktu itu adalah penonton, benar-benar seperti sedang menyaksikan sebuah kehidupan nyata di atas panggung.
Untuk mewujutkan sebuah pertunjukan teater ternyata tidak sesukar yang dibayangkan. Pertunjukan teater dapat ditampilkan dimana saja. Teater dapat ditampilkan di tanah lapang, di gedung yang ber-ac dengan perlengkapan lampu yang standart, di kaki lima, dan di ruang enam kali lima seperti yang di ujutkan mahasiswa IAIN di sangarnya. Tapi untuk sampai ke sebuah pertunjukan yang utuh, semua itu tidak terlepas dari keseriusan dalam mengikuti latihan-latihan olah tubuh, vocal, imajinasi, bloking dan analizing. (2008/12.DRH)

Selamat Menempuh Hidup Baru
Rekan Ahmad Mei Rizal Sutomo
Moga Langeng Sampai Ke Anak Cucu.
14 Desember 2008
di Wisma Kartini Mdan.

Dari
Rekan-Rekan di Teater Nasional Medan
Dan Teater Imago Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar