tena

Tena salah satu grup Teater di Medan yang masih eksis di bawah arahan Yan Amarni Lubis. Produksi Teater Nasional ( Tena ) memang tidak banyak di usianya yang hampir setengah abad.

Burhan Piliang, Isqak,S, Mazwad Azham, Sori Siregar dan Rusli Mahadi adalah pendiri Teater Nasional , tepatnya tanggal 28 Oktober 1963, dengan produksi ' Garis Pisah' karya Taguan Hardjo, yang di pentaskan di Balai Prajurit dekat kantor Pos Besar Medan.

Minggu, 01 November 2009

APA KATA MEREKA?


Teater Nasional Medan memang tidak muda lagi. Tapi yang datang berlatih ke Tena adalah para kaula muda yang usianya masih di bawah 20-an.Andi yang telah menyelesaikan kuliahnya di IAIN Sumatera Utara, bersama Adek Darma dan Apri, tanpa terasa telah menekuni seni teater di Tena hampir lima tahun, yang kemudian menyusul adik-adiknya yang juga kuliah di IAIN, seperti Teguh, Ridho, Tatak, Sulaiman, Ani, Rina, Anisah, Rangga yang juga sudah menyelesaikan kuliahnya di kini kembali ke kampung kelahirannya Duri untuk mengabdikan dirinya membina kampun halaman.

Apa kata AS. Atmadi, yang kbetulan malam itu datang dari Jakarta, Tena sebagai wadah, turut memajukan seni teater di Sumatera Utara. Di tahun 70-an, AS. Atmadi punya andil besar dalam memajukan seni teater lewat kritikan-kritikannya yang pedas di surat kabar Waspada Medan.
Babe teringat pada waktu ia berbincang-bincang dengan Burhan Piliang (Alm)seusai latihan basic di sangar tari Taman Budaya di tahun 70-an, Atmadi yang sebenarnya ingin menekuni seni akting, atas usul Burhan Piliang agar menekuni penulisan, tetap dijalankan, namun, bakat AS.Atmadi pada seni peran tidak berhenti di penulisan, diam-diam dia membentuk grup sendiri yang ia beri nama Teater Profesi bersama isterinya Sulastri dan bermarkas di Titi Kuning Medan.
Kini Atmadi menetap di Jakarta. Di ibu kota, Babe, begitu anggota-anggota teater Profesi memanggilnya, Babe tidak tanggung-tanggung. Ia terjun ke film dan senetron, namun dunia jurnalitik tetap saja menjadi bidang yang tak dapat ia pisahkan dari dirinya.

Apa lagi kata Hafis Taadi? Saat bertemu Burhan Piliang di Jakarta, salah satu pendiri Teater Nasional Medan yang juga hijrah ke Jakarta, Burhan Piliang memotifasi anak-anak Teater Que agar terus berjuang mengawal nama baik Sumatera Utara dalam setiap lawatan Teater Que menjelajah tanah air bersama Dialog Kursi yang mereka gelar di beberapa kota Indonesia.

Teater Nasional memang pernah menjadi barometer di Suametera Utara. Setelah naskah Taguan Hardjo di pentaskan di Nalai Prajurit 46 tahun silam, Teater Naional terahir kali mementaskan naskah 'Setan Dalam Bahaya' karya Taufik El Hakim terjemahan Ali Audah di Ged. Utama Taman Budaya Medan pada tahun 2003. Setelah itu, sangar TEna sepi dari segala macam kegiatan. Andi Cs yang paling rajin dan perduli dengan Tena, sibuk dengan kuliah dan melatih adik-adiknya di beberapa sekolah menengah atas.
Tena tetap dengan kebiasaan lamanya. Wadah Tena adalah wadah untuk saling bertukar fikiran, diskusi, dan membahas berbagai masalah untuk menambah kemampuan intelektual bagi anggotanya.

Kapan Tena mentas lagi? Pertanyaan itu sering didengar...Namun, usia ada batasnya,Z.Pangaduan Lubis yang pernah menjadi Ketua Tena di tahun 60-an, kini akrab dengan kesendirian dan keuzurannya di rumah Jalan Intertip Medan.. Lahmudin Mane telah mendahului kita. Selamat Khairi, Yohaini Zahri, Bouy Hardjo, Taguan Hardjo dan beberapa teman lagi yang pernah singah di Tena, juga telah tiada.

Aldian Arifin masih ada. Farah, Abrar Siregar, Rizal Siregar,di Jakarta. Tety Munte juga telah tiada.Kunung, Janah, Toto Zulfan, Khairul, Mahyudin Lubis, Hajrul Sahjaya, Kuntara DM, Ardani, Dahri Uhum Nasution, Edi Siswanto, Elliza, Buniah Selhad,Ali Rohom Harahap, Bismo Hardjo yang juga sudah uzur dan sakit-sakitan, sangat berkeingan menulis sejarah Tena...

Darwis Rifai Harahap masih terus membina anak-anak muda di Taman Budaya walau sebenarnya beliau pantas untuk pension karena usianya sudah 65 tahun. Namun De.Rifhara masih tampak tegar di usianya itu. Apa katanya tentang teater? Teater itu mendekatkan diri kita kepada neraka dan syurga....

Apa maksudnya? Temui saja beliau di sangar Tena, Taman Budaya Medan setiap petang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar